Kamis, 07 Agustus 2014

Live Begin at 40 !



Dulu, semasa masih kecil, membaca artikel di sebuah majalah wanita dewasa yang headlinenya berbunyi : Life Begin at 40 ! ; saya sama sekali ngga paham apa artinya. Hehehe… wong masih piyik, 10 tahun ! Ya, iyalah … Lalu, pada waktu usia 39 di hari terakhir menjelang 40 tahun, saya betul-betul ngga kebayang apa akan yang terjadi setelah itu. Lumayan deg-degan, seakan saya menunggu detik-detik tahun baru, atau pengumuman lulus SMA atau diterima kerja. Akhirnya berdentang jugalah (ngga ada suara sebetulnya karena lihatnya di hape) pukul 00.00, saya genap 40 tahun ! Ketika kemudian detik bergulir saya cubit lengan, kok ngga terasa sesuatu yang special ? Bed time ! Maka tidurlah saya…

Esoknya, entah karena sudah menanti-nanti usia 40 di sepanjang umur 39 atau sugesti akan terjadi sesuatu, rasanya beda banget hari pertama di usia 40-an… Di hari itu, seperti sedang menonton film di bioskop, di depan saya terpampang perjalanan hidup sejak saya mulai mengerti ucapan ibu hingga hari kemarin. Berikutnya saya sesenggukan. Berbaur rasa yang timbul : bersyukur, menyesal, meratap, bahagia, puas, bersedih, dll.

LIFE BEGIN AT 40 !

Ketika tubuh berubah lebih renta (rasanya), dan iman mulai membentuk bulatan yang kian lengkap, (walaupun ngga tahu kapan lengkap benerannya) wawasan tentang hidup dan lingkungan makin dalam… Usia 40 tahun memberi efek berbeda di hari-hari esoknya.

Mengalir begitu saja pemahaman tentang ibadah yang memang biasa saya kerjakan. Terasa kurang sempurna, kurang kokoh, kurang cinta pada Allah, kurang bekal menuju padaNya. Lalu yang muncul di kepala adalah : harus ada pembenahan dalam beribadah. Ada gema yang terus berulang di telinga hati, bahwa tak lama lagilah hidup ini berjalan, bersiaplah menyiapkan bekal, karena perjalanan setelah nyawa dijemput lebih panjang dari di bumi. Siapkan diri selalu untuk bertemu ajal yang takkan terduga datangnya. Penuhilah pundi-pundi amal dan perbaiki ibadah. 

Kepala saya terus mengupas lembaran demi lembaran hidup selanjutnya. Mungkin saya masih diberi kesempatan berumur hingga 45 tahun, atau 55 tahun, atau 65 tahun. Akan menjadi apakah saya di tahun-tahun itu ? Saya berharap dapat menjalankan ibadah dengan baik dan terus memohon padaNya agar disempurnakan ibadah saya setiap harinya.

Kenapa saya memilih beribadah dengan baik dan benar menurut ketentuan Al Qur’an dan haddist untuk mengisi hari-hari hingga ajal menjemput ? Awalnya ini seperti panggilan hati saja, bukan ingin terlihat lebih taat atau lebih muslimah. Ternyata ibadah dalam prakteknya mencakup banyak segi hidup. Bekerja merupakan ibadah karena kita sedang berusaha mencukupi kebutuhan diri sendiri dan keluarga akan sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan rohani dan jasmani-dunia dan akhirat. Bersilaturahmi juga salah satu bentuk ibadah, yang bahasa sekarangnya, bersosialisasi. Memperpanjang silaturahmi dapat menyehatkan jasmani dan rohani, karena kita kerap berkata baik, berhubungan baik, berbuat baik yang semuanya positif. 

Memasukkan unsur positif dalam pikiran, hati dan bawah sadar kita akan membuat hidup lebih berarti dan sehat. Berolahraga juga pangkal ibadah, karena otot dan persendian terus terlatih hingga usia lanjut yang akan membuat seluruh tubuh luwes dalam menjalankan shalat dan berpuasa. Seluruh organ tubuh in syaa Allah terpelihara, karena berolahraga meregangkan otot-otot yang kaku dan membersihkan pembuluh darah dari bakteri ataupun lemak yang terkumpul sejak muda.

Bersedekah membuat kita selalu menjaga hati dan perbuatan dalam berhubungan dengan kaum duafa dan anak-anak yatim. Membesarkan hati dan membuka wawasan agar selalu menerima mereka sebagai bagian dari masyarakat dan selalu bersedia membantu bila mereka membutuhkan. Senantiasa menyadari bahwa Allah memberikan takdir buruk dan baik pada setiap umatNya, yang telah IA atur dalam lauhil mahfudz. Sebagai manusia kita harus selalu mawas diri, agar tidak melulu melihat ke atas, namun melihat jugalah ke bawah. Karena perjalanan hidup tidak selalu berada di atas, bila tertulis takdir buruk pada tahun sekian, bulan sekian dan tanggal sekian pada kita, akan siapkah kita ? Apakah kita akan menghujat Allah akan keperihan, kemiskinan, kesedihan, kesakitan yang kita alami bila kita tidak menyadari sejak awal bahwa kita hanya wayang ?

Menuntut ilmu adalah sebagian dari iman. Karena dalam Al Qur’an, beberapa kali Allah mengawali surat dengan menyebut, “Wahai orang-orang yang berpikir…”. 

Di sini amat jelas Allah menerangkan bahwa orang yang beriman adalah orang yang berpikir, yang mampu mengolah akal ketika menghadapi berbagai persoalan atau teka teki kehidupan. Dapat membaca firman Allah dengan kepala yang dingin dan dalamnya hati, sehingga ilmu itu dapat bermanfaat ketika diamalkan, dan menghindari mudharat belakang hari. Mengamalkan ilmu bukan saja untuk kepentingan pribadi atau golongan, sebaiknya untuk kepentingan masyarat luas. Tidak mudah, tapi mengamalkan satu kalimat dalam Al Qur’an dalam satu hari berarti menyebarkan kebajikan di sepanjang hari itu.

Menjaga kebersihan adalah juga bentuk ibadah. Seperti yang terjadi di 10 tahun terakhir ini, banjir selalu mampir di hampir semua kota besar di pulau Jawa dan beberapa kota di pulau lainnya. Padahal saya tahu, kita semua menjalankan ibadah shalat dengan baik, berpuasa dengan tertib serta beramal sedekah dengan benar. Namun rasanya kebersihan seperti sebuah bayangan saja, hanya di bibir saja. Karena kenyataannya, membuang sampah sembarangan menjadi kebiasaan yang tak terhindarkan. Apakah ia memakai kerudung atau berkopiah, apakah ia pejalan kaki atau mengendarai mobil mewah. Tidak ada bedanya. Kemana perginya kesadaran akan lingkungan ? Apakah kita pernah membahas berapa biaya mengangkut sampah yang bertumpuk di bantaran kali atau di pintu air ? Pemerintah sudah menggelontorkan biaya yang tidak sedikit untuk itu. Tapi lucunya, kita malah membanggakan kebersihan dan ketertiban negara asing yang kita kunjungi ketika libur lebaran, betapa bersihnya, betapa indahnya, betapa tertibnya. Marilah kita bertanya, ada di mana kita selama ini ? Apakah kita sudah berbicara tentang kebersihan ? Apakah kita sudah berupaya memelihara tanah ini agar tetap bisa digunakan untuk anak cucu kita kelak ? Apakah kita mempedulikan orang lain yang juga menggunakan sungai yang sama, jalanan yang sama, saluran air yang sama, udara yang sama… Kebersihan adalah sebagian dari iman. Tidak hanya tubuh kita yang terpelihara, namun lingkungan sekitar, yang merupakan bagian terkecil dari negara ini, selayaknya mendapatkan perhatian dan tindakan kita.

Ternyata, setelah diurut, dihitung panjang lebarnya… ibadah itu sangat luas. Masih banyak aspek hidup yang belum terbahas karena demikian luasnya pelaksanaan ibadah itu. Saya tersenyum dalam hati. Semoga dapat memanfaatkan sisa hidup saya untuk beribadah dengan baik dan benar sesuai ketentuan Al Qur’an dan haddist. Tidak melebihkan dan tidak menguranginya. Pas saja, proporsional. Beribadah lahir bathin dunia akhirat adalah tujuan hidup saya selanjutnya. Bahagia rasanya mempunyai tujuan itu. Dan bisa saya praktekan perlahan dan terencana. Mudah-mudahan saya bisa memenuhi tabungan saya, menyiapkan segala bekal untuk menempuh perjalanan nanti setelah ajal menjemput. Aamiin…

Terakhir, manusia tetap harus terus berusaha, namun Allah jualah yang menentukan. Begitu banyak rencana yang ingin diwujudkan, namun keberhasilannya bergantung pada niat kita dan kemampuan yang dimiliki. Sebaiknya kita tetap merendah hati dan selalu berharap bahwa apa yang kita rencanakan mendapat berkah dari Nya dan dapat diterima oleh Nya. Semoga apa yang saya perbuat dapat bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga, kerabat, teman, lingkungan, dan agama . Aamiin… 








Artikel ini diikutsertakan pada Give Away Seminggu Road to 64


Road To 64